Suasana khas sekolah ra’iat (kemudian jadi sekolah rakyat), satu bangku untuk 5 siswa. Ini katanya dari tahun 1920.

Sekolah memang tadinya hanya eksklusif bagi priai, keturunan raja. Memang sengaja disekat sedemikian rupa oleh pemerintah Hindia Belanda. 
Kebanyakan bahkan putra2 Sultan Jogja akan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di Solo, karena sekolah sejenis hanya ada disana. 

Barulah sesudah tahun 1901, sesudah Ratu Wilhelmina bertahta diambil kebijakan politik etis, yaitu balas budi  Belanda pada pribumi Hindia Belanda untuk memperoleh hak pendidikan. Sejak inilah mulai dibangun sekolah2 untuk rakyat biasa. 

Efeknya mulai terasa kira~kira 10 hingga 20 tahun kemudian, ketika kemudian mulai terbentuk semangat kebangsaan, persatuan dan tekat untuk bebas di negeri sendiri.
Foto : KILTV, 1920